(Suherman Syah Guru SMPN 2 Pinrang). Gelar
pahlawan tanpa tanda jasa tidak lagi relevan disematkan kepada guru. UU nomor
14 tahun 2005 tentang guru dan dosen merubah status guru dari pekerja menjadi
profesi. Status ini mendongkrak strata sosial guru setaraf dengan profesi
lainnya, seperti dokter, polisi, hakim, jaksa, pengacara, dll. Di tengah -
tengah masyarakat, guru tidak lagi sekedar dihormati, tetapi sudah menjadi
kebanggaan, mendapat sanjungan, dan strata sosial yang lebih tinggi. Kondisi
itu berbanding terbalik ketika guru hanya menjadi sosok Umar Bakri seperti yang
dinarasikan Iwan Fals dalam lagunya, dimana guru sejak zaman Jepang hanya mampu
memiliki sepeda kumbang buntut karena gajinya seperti dikebiri.
Kini,
guru tidak ada lagi yang naik sepeda pergi ke sekolah. Tidak ada lagi guru yang
minder dengan siswanya yang naik mobil, karena mereka juga sudah mampu membeli
kendaraan bermotor (motor bahkan mobil) sebagai transportasi ke sekolah. Selain
mulia, kini status sosial guru juga naik, yang dulunya dipandang sebelah mata
dalam masyarakat karena gaji yang sebulan habis hanya untuk buka lobang tutup
lobang karena utang. Dari sisi
ekonomi, kehidupan guru sudah mulai berubah seiring dengan komitmen negara dalam
menjamin kesejahteraan para guru sebagai pekerja profesional.
GURU
INDONESIA; Profesional, Mandiri dan Sejahtera
Potret dan perwajahan guru
Indonesia harus berubah secara signifikan dari masa lalunya yang agak buram dan
kusut. Meskipun terlambat, pengakuan pemerintah atas pekerjaan guru sebagai
profesi adalah revolusi nasib guru yang sangat fundamental dalam dunia
pendidikan di Indonesia. Guru sebagai profesi memiliki arti yang sangat penting
dalam upaya meningkatkan kualitas guru dalam menjalankan tupoksinya sebagai
pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, penilai, dan pengevaluasi
anak didik dalam proses belajar mengajar di sekolah. Keniscayaan dan
konsekwensi dari status guru sebagai pekerjaan profesional yang harus dilakoni
dan menjadi potret guru kekinian adalah ;
Pertama; Guru
Profesional. Potret guru profesional tercermin dari pelaksanaan tugas yang
ditandai dengan keahlian atau skill baik dalam materi maupun metode, rasa
tanggung jawab, pribadi, sosial, intelektual, moral dan spiritual, dan
kesejawatan antara sesama guru. Perwujudan unjuk kerja profesional guru
ditunjang oleh jiwa profesionalisme yaitu sikap mental yang senantiasa
mendorong untuk mewujudkan diri sebagai guru profesional. Kualitas
profesionalisme ditunjukkan oleh lima unjuk kerja sebagai berikut: (1)
Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal. (2)
Meningkatkan dan memelihara citra profesi. (3) Keinginan untuk senantiasa
mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki
kualitas pengetahuan dan ketrampilannya. (4) Mengejar kualitas dan cita-cita
dalam profesi. (5) Memiliki kebanggaan terhadap profesinya.
Kedua; Guru Mandiri. Sebagai
profesional, hendaknya guru memiliki kemandirian dalam melaksanakan tugasnya selaku
pendidik. Untuk mendukung kerja – kerja profesional guru, maka mereka harus
mandiri dalam dua hal, yaitu kemandirian mengajar dan kemandirian politik.
Kemandirian guru dalam proses pembelajaran di sekolah, sepenuhnya masih
ditentukan dan didesain oleh orang – orang luar sekolah. Guru didikte tentang
bagaimana cara mengajar, apa yang harus diajarkan dan bagaimana mengevaluasi
anak – anak didik mereka sendiri. Guru profesional seharusnya memiliki
kemandirian dalam mengendalikan proses belajar mengajar di sekolah, tanpa harus
diintervensi oleh pemangku kepentingan yang lain.
Dalam politik, guru masih juga
berada dalam bayang – bayang politik. Banyak guru yang tersandra oleh
kepentingan politik, sehingga mereka selalu waswas dan tidak tenang. Masa orde
baru guru menjadi underbaw partai politik, kini guru menjadi komoditi politik
dalam pemilukada. Untuk mendukung kerja profesional guru, maka mereka harus
dibebaskan dari belenggu politik yang selama ini menjadi bumerang bagi mereka.
Ketiga; Guru
Sejahtera. Status profesional yang disandangkan oleh pemerintah kepada guru
berimplikasi dengan adanya jaminan kesejahteraan yang diberikan negara kepada
mereka. Sejak menerima tunjangan profesi, kualitas hidup guru dan keluarganya
berubah drastis. Penghasilan mereka sudah berkecukupan dan masuk dalam kategori
kelas menengah baru dalam strata sosial ekonomi masyarakat pada umumnya.
TANTANGAN
GURU
Dalam Undang-undang No. 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen (pasal 1, butir 1), menyebutkan bahwa Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia
dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Walaupun guru sudah dianggap sebagai profesi dan bukan pekerjaan sambilan,
tanggung jawab untuk mencerdaskan anak bangsa melalui pendidikan karakter
menjadi tantangan tersendiri bagi guru. Memang tidak mudah. Aral atau rintangan
didepan mata seolah menggiurkan hasrat untuk bersenang-senang. Sebab, dengan
menjadi suatu profesi, guru sekarang lebih mendapatkan kehidupan yang lebih
layak. Materi, penghasilan yang menjanjikan adalah tantangan kehidupan
dikemudian hari.
Dalam
menjalankan tugasnya sebagai pendidik, guru akan diperhadapkan dengan berbagai
tantangan diantaranya; Pertama; Kemajuan teknologi
informasi. Terjadinya revolusi teknologi informasi merupakan sebuah
tantangan tersendiri bagi guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan peranan sekolah
sebagai lembaga pendidikan akan bergeser karena aktivitas belajar tidak lagi
terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru yang selama ini menjadi sumber utama
belajar akan bergeser dengan banyaknya sumber belajar lain yang lebih canggih,
cepat dan luas.
Kedua, Pergeseran budaya. “Anak – anak sekarang beda yah dengan
kita dulu ketika sekolah ?”. Pernyataan ini seringkali terlontar dari mulut
seorang guru atau orang tua. Mereka merasakan ada perbedaan yang mencolok
antara anak sekolah dulu dengan anak – anak sekolah sekarang. Katanya “anak
sekolah zaman dulu”, sangat hormat dan patuh kepada gurunya. Mereka memiliki
tata krama kesopanan, misalnya membungkukkan badan ketika lewat di depan guru
atau orang tua, bersikap dengan baik kalau diajak bicara, menyapa guru atau
orang tua dengan santun, dll. Tata krama seperti mulai hilang dalam tatanan
pergaulan anak – anak kita sekarang. Perubahan ini tentunya menjadi tantangan
tersendiri bagi guru dewasa ini, khususnya dalam proses belajar mengajar di
sekolah.
Ketiga, Tuntutan profesi.
Tantangan yang cukup berat bagi guru dewasa ini adalah konsekwensi dari
pekerjaan guru sebagai profesi. Sebagai pekerja profesional guru harus mampu
melaksanakan seluruh SOP yang telah ditentukan oleh pemerintah dengan baik.
Guru dituntut untuk memuaskan pemerintah sebagai user sekaligus memuaskan
masyarakat sebagai konsumen.
Guru merupakan unsur utama dalam keseluruhan proses
pendidikan khususnya di tingkat insitusional dan instruksional. Tanpa guru,
pendidikan hanya akan menjadi slogan muluk karena segala bentuk kebijakan dan
program pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerja pihak yang berada di garis
terdepan yaitu guru. “No teacher no education, no education no economic and
social development”. Guru menjadi titik sentral dan awal dari semua pembangunan
pendidikan. Selamat Hari Guru, Semoga Guru menjadi
lebih baik. Amin.